Kangkung juga bisa Hits

Perkembangan teknologi di jaman sekarang berkembang dengan pesat. Maka tidak heran, sekarang disebut era digital. Karena semua aktivitas kita didominasi internet. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, kita akan terus bersinggungan dengan internet. Mulai dari makan, sampai cari toilet juga butuh internet. Orang yang hidup di dua generasi, yaitu masa sebelum millenium sampai masa sesudah millenium tentu tidak pernah membayangkan akan membeli kangkung dari tempat tidur atau kangkung bisa diterima dari depan pintu. 
Semua aktivitas dilakukan di internet. Termasuk yang sering kita lakukan, berbelanja. Saat menonton televisi, bisa dihitung berapa banyak iklan dari aplikasi toko online. Dari toko online yang menyediakan semua barang kebutuhan sampai toko online yang barangnya spesifik, seperti baju. Itu yang baru diiklankan, belum lagi yang tidak diiklan melalui media televisi. Mungkin sudah ribuan atau jutaan akun toko online di media sosial. Dari facebook, instagram, line, path, dll. Selain praktis, transaksi jual beli online sudah menjadi gaya hidup masa kini. 
Semua produk yang diperjualbelikan di dunia nyata sudah dapat dibeli di dunia maya. Bukan keanehan lagi kalau kita membeli kangkung dari aplikasi jual beli online dan bukan lagi ke pedagang sayur.
Kangkung membawa kita pada kondisi pertanian saat ini. Sering kita bertanya-tanya, mengapa petani di Indonesia tidak sesukses petani diluar negeri?
Salah satu masalah penting pada dunia agribisnis kita adalah petani belum mampu memasarkan produk pertaniannya dengan baik. Sehingga yang terjadi rantai pemasaran yang terus memanjang. Bahkan lembaga pembiayaan yang seharusnya menjadi penunjang dalam agribisnis justru enggan membantu. Mengapa? Karena agribisnis mempunyai resiko yang tinggi dan karakter yang berbeda setiap komoditasnya. Tidak mengherankan kalau lembaga keuangan agribisnis di Indonesia adalah tengkulak dan rentenir. Sedangkan tengkulak posisinya merangkap jadi lembaga pembiayaan sekaligus pembeli. Disinilah harga dimainkan, dan memang sudah menjadi tugas tengkulak untuk mengatur harga. Semua akan berujung pada harga tinggi yang diterima konsumen akhir dan harga rendah yang diterima petani. 
Berkembangnya teknologi internet di masa sekarang, membawa angin segar bagi agribisnis tanah air. Produk pertanian mulai diperdagangkan di media sosial. Mulai produk pertanian organik sampai non organik semua ada. Untuk kedepannya, diharapkan ada aplikasi yang secara khusus menjual produk pertanian secara lengkap sebagai media pemasaran petani serta menyediakan saprotan. Mengapa? Karena kendala pertanian di hulu dan hilir petani dapat segera teratasi.
Dengan begitu, harus ada kerjasama antara orang-orang di bidang pertanian dan orang-orang di bidang IT. Untuk mengefisienkan, orang-orang pertanian harus mempelajari internet marketing. Peluang dari teknologi harus disambut baik oleh agribisnis di Indonesia. Jangan sampai kehilangan kesempatan meningkatkan untuk memajukan pertanian. 
Bisnis online adalah alat untuk memutus rantai pemasaran. Kalau sebelumnya, produk pertanian harus melewati tengkulak/pengumpul, agen besar, pedagang eceran baru sampai ke konsumen akhir. Dengan penjualan online petani sebagai produsen bisa langsung berkomunikasi dengan konsumennya. Konsumen yang memiliki mobilitas tinggi dan tidak sempat berbelanjan sayur misal, tidak perlu kebingungan mencari waktu senggang. Dampak lain yang menuju pada kesejahteraan petani, adalah menghilangkan kesempatan oknum tertentu yang berniat melakukan kecurangan.  
Namun, harus ada pelatihan dan pembinaan terhadap petani. Karena umumnya petani di Indonesia merupakan petani gurem(kecil) dan masih mengikuti pakem. Baru sedikit petani yang menggunakan sistem modern. Selain itu, sebagian petani kita memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sangat diharapkan peran dari para ilmuwan muda untuk terjun mensejahterakan pertanian di negeri kita. Kalau bukan generani muda siapa lagi yang akan menghidupi masa depan?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayo Bicara Agama

Semua Orang Butuh Permisi

Si Bisu yang Tidak Tunarungu dan Si Buta yang Tidak Tunanetra