Pria yang Sangat Laki-Laki

Saya punya cerita. Lokasinya di Jogja. Tepatnya di Keraton Jogja. 

Cerita awal.
Kampus saya tadinya Program Diploma IPB. Salah satu fakultas di IPB. Baru kemaren banget tanggal 13 Oktober 2017, kampus saya diresmikan jadi Sekolah Vokasi IPB. Kalau sebelumnya cuma bisa D3, sekarang bisa langsung D4. Tidak perlu lagi ekstensi. Kenapa bisa sampe ke Keraton Jogja? Sabar guys, ntar juga nyampe. 
Kebetulan,  di jurusan saya Manajemen Agribisnis agak rumit proses menuju kelulusan. Mungkin ini hukuman kali ya karena kuliahnya paling gabut dari program keahlian (PK atau program keahlian adalah sebutan jurusan di Sekolah Vokasi IPB) lain. Saya mahasiswa semester 5. Artinya, tahun depan waktu semester 6 saya harus PKL. Hukumnya wajib bagi mahasiswa D3 manapun dari universitas apapun. Kalau S1 dengan skripsinya, D3 dengan tugas akhirnya. Makanya kita harus PKL buat menyusun tugas akhir. Kebanyakan PKL ditentukan tempatnya oleh jurusan. Kalau PK saya harus cari sendiri dengan beberapa ketentuan mutlak. 

  1. Harus On Farm atau Off Farm. Off Farm harus produk turunan primer. Artinya, kalau saya memilih komoditas sapi potong, paling tidak  saya PKL di RPHnya. Jangan sampai saya PKL di perusahaan krupuk kulit misal. Walaupun, masih mencakup agribisnis. Bagi pembaca yang mempelajari agribisnis akan mengerti. Baiklah, saya jelaskan sedikit. On Farm itu budidaya pertaniannya, sedangkan Off Farm diluar budidaya seperti agrokimia (hulu), dan pengolahan makanan (hilir). Untuk lebih jelasnya, silahkan kunjungan beberapa situs yang membahas agribisnis dasar. Sudah banyak juga bukunya, atau tanya teman di bidang agribisnis.
  2. Tidak boleh menggunakan tempat PKL yang sudah digunakan kakak tingkat 4 tahun sebelumnya. Saya angkatan 2015 maka saya boleh PKL di perusahaan minimal yang sudah digunakan angkatan 2011. 
  3. Disarankan jauh dari Jabodetabek. Karena kuota jabodetabek dibatasi, tahun saya Jabar juga dibatasi, untuk menghilangkan kejenuhan katanya.
Sebenarnya masih banyak lagi, tapi itu yang mutlak. Saya dan kelompok setuju untuk memilih Jogja dan sekitarnya. Balik lagi ke peresmian Sekolah Vokasi IPB. Untuk mencari tempat PKL di Jogja dan dengan beberapa kriteria bukan hal mudah. Kami tidak bisa hanya satu atau dua hari. Sebenarnya agak kurang ajar saya. Kampus lagi ada acara akbar malah saya kabur ke Jogja. Saya pikir kapan lagi ada waktu panjang, karena kampus saya padat berisi jadwalnya. Selama selasa sampai sabtu saya libur. Rabu saya otw dari Pasar Senen (sebenarnya OTW itu ketika sudah di jalan ya, tapi ada pengalihan makna bagi orang Indonesia jadi mulai perjalanan, wkwkwk). 

Saya berdua dengan teman sekelompok saya. Kamis pagi sekitar jam set 7 kami sampai di Stasiun Lempuyangan. Teman saya mau balik ke Solo, dan saya memutuskan untuk stay di Jogja. Kenapa? Kalau mau pulang saya harus ke Madiun. Jogja-Madiun itu jauh bo'. Duit ane juga mepet. Okelah, karena ada teman SMA di Jogja saya memutuskan untuk ketemuan sama dia dulu. Kebetulan kita udah jarang ketemu semenjak kuliah. 
Kami punya waktu 3 hari. Yaitu Kamis, Jumat, dan Sabtu untuk cari tempat PKL. Minggu jadwal kita pulang. Kamis adalah waktu istirahat untuk perjalanan 2 hari ke depan. 
Sampai di Lempuyangan saya hubungi teman. Dia bilang kuliah dari jam 9 sampai setengah 12. Sedangkan kereta Pramek teman saya menuju Solo jam 9. Terpaksa saya harus nganggur, dari jam 9 sampai sekitar setengah 1 siang. Kenapa? Teman saya ngga bisa jemput saya pagi karena rumah dia jauh di Bantul, kasihan juga dia kalau harus keteteran masuk kuliah. 
Yaudah, sambil nunggu kereta Pramek, kami sarapan di angkringan depan St. Lempunyangan. Jangan melewatkan kuliner kalau lagi di Jogja. Itu dosa besar. Apalagi bagi mahasiswa Jabodetabek. Kalau di di Bogor, lima ribu kalian cuma dapat cuangki yang pentolnya cuma 3 biji itupun kecil-kecil. Di Jogja, lima ribu bisa bikin bokong kalian panas duduk di angkringan. Lebay banget ya..  Kalau ngga percaya, cobain aja perbandingan dua kota ini. Buat pembaca dari jabodetabek yang sudah merasakan fenomenanya, pasti bakal ngangguk-ngangguk. Saya harus jujur, biaya hidup di Jabodetabek memang mahal. Jauh berbeda dengan di provinsi Jawa Tengah dan jawa Timur. Tapi Jabodetabek lebih murah dari  di Jepang. Manusia memang selalu mencari perbandingan-perbandingan.
Untuk menghabiskan waktu luang di Jogja, dan karena mumpung di Jogja, dan karena bingung mau ngapain. Yaudah, sekitar jam setengah 9 saya pamit teman untuk pergi keraton. Bagi yang kecanduan ojek online, tenang di Jogja sudah banyak ojek online dengan dua merek terkenal. Begitupun dengan saya. 
Ini mulai ceritanya. Maaf kalau berbelit-belit (biar tulisannya panjang aja). Dengan uang tujuh ribu, sekitar perjalanan tujuh menit saya sampai di alun-alun lor. Setelah puas berfoto-foto di tengah teriknya alun-alun. Huhh, saya ngga nyangka sebegini panasnya Jogja padahal baru jam 9. Sebenarnya baru dua kali ini saya ke Jogja. Pertama fieldtrip (acara tahunan jurusan), kedua sekarang. Acara pertama jadwal teratur dan terencana jadi gak bisa eksplor lebih. Jadi saya baru tahu kalau keraton bisa dikunjungi. Bahkan pintu masuknya saya baru tahu. Saya kira keraton lagi tutup karena ada renovasi, tapi saya melihat beberapa bule berkeliaran. Berarti saya juga bisa masuk sana. Yaudah, saya ikuti saja. Akhirnya ketemu juga loket karcis di sisi kanan. Murah banget ternyata karcisnya. 
Saya harus mengatakan, berjalan-jalan sendirian menyenangkan sekali. Saya bebas menentukan kemana kaki ini harus melangkah. Bebas memilih tempat. Tidak akan ada yang mengganggu saat saya sedang berlama-lamaan memandangi patung abdi dalem. Yang terpenting, traveling sendirian hanya satu yang kita percayai, Tuhan. Tidak ada yang menjamin keselamatan kita di tempat wisata. Sekalipun di Jogja yang penuh dengan keramahtamahan. Orang yang berniat jahat tidak memperdulikan tempat. Sudah sering Tuhan berkata,"semua yang kau miliki adalah pemberian". Hanya satu yang benar-benar kita miliki, Tuhan. Kalau dibilang takut, jelas saya takut. Saya bukan backpaker yang berani menjelajah bumi-bumi yang berbeda. Apalagi traveler yang ssiap dengan segala kemungkinan-kemungkinan. Yang saya bisa lakukan hanya satu, berkompromi dengan Tuhan. "Tuhan jauhkan orang yang berniat jahat, dan dekatkan orang yang berniat baik padaku", itu kalimat yang saya dapat dari salah satu motivator kondang di tv. 
Benar sekali, saya dipertemukan dengan orang di foto bawah ini.
Saya tidak mengenal mereka, sama sekali. Foto itu hasil curian. Saya foto secara diam-diam, apalagi namanya kalau bukan curian? Tapi saya tidak bermaksud apa-apa kok mas. Saya hanya mengagumi sosok pemuda itu. Bagaimana dia memperlakukan ibu layaknya kekasih. Speechless.
Kedua orang ini mungkin tidak berniat baik kepada saya. Dalam artian, tidak menolong atau memberi apapun. Tapi bagi saya, mereka sudah memberi saya bahkan banyak orang pelajaran hidup berharga. Walaupun tidak ada niatan sama sekali.
Maaf saya tidak bisa menceritakan bagian-bagian di keraton. Selain saya tidak hafal namanya, tujuan artikel ini bukan mengarah kesitu. Sebenarnya setelah menyusuri tiap bagian bangunan di keraton depan, saya berniat keluar. Tapi sampai tangga depan bangunan di atas, saya melihat pemuda yang menuntun ibunya naik tangga. Di genggamnya tangan keriput itu dengan hati-hati. He's a good man. Seorang pria yang sangat laki-laki, bukan pria yang mematahkan tulang atau melumpuhkan hati banyak kaum hawa. Tapi pria yang memuliakan wanita. 
Mereka sudah menarik perhatian saya sejak di tangga, dan saya makin berdecak kagum waktu pemuda memaksa lembut ibunya untuk wefie. Saya pura-pura saja memfoto bangunan di belakangnya. Dan foto itu hasilnya. 
Pelajaran bagi para cowok yang suka main kasar sama cewek. Saya geram ya kalau liat cowok main kasar. Cewek sekuat apapun itu bukan lawan cowok lho. Bahkan kata Sok Hok Gie, "Orang yang berani karena bersenjata itu pengecut yang sebenarnya". Senjata bukan hanya alat-alat berwujud. Kekuasaan juga senjata. Sekalipun pendukung. 
Banyak cerita di perjalanan saya selama tiga hari membolang di Jogja. Salah satu yang teramat berkesan ya ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayo Bicara Agama

Mengganti Receh dengan Nasi Bungkus

Kangkung juga bisa Hits